BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Orchitis
merupakan reaksi inflamasi akut dari testis sekunder terhadap infeksi. Sebagian
besar kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong, namun virus lain dan
bakteri dapat menyebabkan orchitis.
Insidensi
orchitis umumnya ditemukan pada pria
prepubertas terutama pasien yang mengalami penyakit gondong. Bakteri yang
menyebabkan orchitis antara lain Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis,
Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus,
Sterptococcus, bakteri tersebut biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif atau laki-laki dengan
BPH (Benigna Prostat Hipertrofi).
Untuk
menegakkan diagnosis orchitis
diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Pemeriksaan penunjang
tidak terlalu membantu untuk menegakkan diagnosis orchitis. USG dapat membantu menyingkirkan diagnosis lainnya
seperti torsio testis.
Penatalaksanaan
dari orchitis terutama bersifat suportif karena biasanya sebagian besar pasien
orchitis akan kambuh spontan dalam 3-10 hari, kecuali bila penyebabnya bakteri
perlu diberikan antibiotik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
anatomi fisiologi testis?
2. Apa
definisi dari Orchitis?
3. Bagaimana
klasifikasi dari Orchitis?
4. Bagaimana
epidemiologi dari Orchitis?
5. Apa
faktor resiko dari Orchitis?
6. Apa
etiologi dari Orchitis?
7. Bagimana
patofisiologi dari Orchitis?
8. Apa
tanda dan gejala dari Orchitis?
9. Apa
komplikasi dari Orchitis?
10. Bagaimana
pemeriksaan diagnostik dari Orchitis?
11. Bagaimana
manajemen asuhan keperawatan dari Orchitis?
12. Bagaimana
konsep asuhan keperawatan klien dengan
Orchitis?
1.3 Tujuan
Tujuan
Umum:
1. Setelah disusunnya makalah ini
diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep asuhan keperawatan klien dengan Orchitis.
Tujuan
Khusus:
1. Mahasiswa
dapat memahami anatomi dan fisiologi dari testis
2. Mahasiswa
dapat memahami definisi dari Orchitis
3. Mahasiswa
dapat mengetahui klasifikasi dari Orchitis
4. Mahasiswa
dapat mengetahui epidemiologi dari Orchitis
5. Mahasiswa
dapat menjelaskan faktor resiko dari Orchitis
6. Mahasiswa
dapat menjelaskan etiologi dari Orchitis
7. Mahasiswa
dapat menjelaskan patofisiologi dari
Orchitis
8. Mahasiswa
dapat menjelaskan tanda dan gejala dari
Orchitis
9. Mahasiswa
dapat mengetahui komplikasi dari Orchitis
10. Mahasiswa
dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik dari
Orchitis
11. Mahasiswa
dapat menjelaskan manajemen asuhan keperawatan dari Orchitis
12. Mahasiswa
dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan pasien dengan Orchitis
BAB
II
KONSEP
MEDIS
2.1 Anatomi Dan Fisiologi Testis
Menurut
Snell, 2000 testis merupakan organ kelamin pria, terletak dalam scrotum. Testis
akan turun sekitar umur janin 7 bulan menuju scrotum melalui canalis inguinalis
dibawah pengaruh hormon testosterone dari testis.
Testis
sinistra biasanya terletak lebih rendah daripada testis dextra. Masing-masing testis
dikelilingi capsula fibrosa yang kuat disebut tunica albuginea. Dari permukaan
dalam capsula terbentang banyak septa fibrosa yang membagi bagian dalam testis
menjadi lobules-lobulus testis. Didalam setiap lobules terdapat 1-3 tubuli
seminiferi yang berkelok-kelok. Tubuli seminiferi bermuara ke rete testis,
ductuli efferentes, dan epididimis.
Pengaturan
suhu testis didalam scrotum dilakukan oleh kontraksi musculus dartos dan
cremaster yang apabila berkontraksi akan mengangkat testis mendekat ke tubuh.
Temperatur testis dalam scrotum selalu dipertahankan dibawah temperature suhu
tubuh 2-3 ⁰C
untuk kelangsungan spermatogenesis. Molekul besar tidak dapat menembus ke lumen
(bagian dalam tubulus) melalui darah, karenaadanya ikatan yang kuat antar sel
sertoli yang disebut sawar darah testis. Fungsi dari sawar darah testis adalah
untuk mencegah reaksi auto-imun. Tubuh dapat membuat antibodi melawan spermanya
sendiri, maka hal ini dicegah dengan sawar.
Selama
masa pubertas, testis berkembang untuk
memulai spermatogenesis. Testis berperan pada sistem reproduksi dan
sistem endokrin. Fungsi testis:
-
Spermatogenesis terjadi dalam tubulus
seminiferus, diatur FSH
-
Sekresi testosterone oleh sel leydig,
diatur oleh LH
Gambar 2.1: Anatomi Testis
2.2 Definisi
Orchitis
adalah suatu inflamasi testis (kongesti testikular), biasanya disebabkan oleh
faktor-faktor piogenik, virus, spiroseta,
parasit, traumatis, kimia atau faktor yag tidak diketahui ( Smeltzer, 2002).
Orchitis
adalah peradangan testis yang jika bersama dengan epididimitis menjadi epididimoorkitis
dan merupakan komplikasi yang serius dari epididimitis (Price, 2005).
Orchitis
merupakan peradangan satu atau kedua testis, ditandai dengan pembengkakan dan
nyeri. Keadaan ini sering disebabkan oleh parotitis,
sifilis, atau tuberculosis
(Hartanto, 2008).
Gambar 2.2: Orchitis
2.3 Klasifikasi
Menurut
Price, 2005 infeksi testis diklasifikasikan sebagai:
1.
Orchitis
viral
2. Orchitis bacterial piogenik
atau orchitis granulomatosa
2.4 Epidemiologi
Epidimologi
menurut Ulfiyah, 2012 adalah:
1. Kejadian
diperkirakan 1 diantara 1.000 laki-laki
2. Dalam
orchitis gondong, 4 dari 5 kasus
terjadi pada laki-laki prepubertal (lebih muda dari 10 tahun)
3. Dalam
orchitis bakteri, sebagian besar
kasus berhubungan dengan epididimitis
(epididimo-orchitis), dan mereka
terjadi pada laki-laki yang aktif secara seksual lebih tua dari 15 tahun atau
pada pria lebih tua dari 50 tahun dengan hipertrofi prostat jinak (BPH)
4. Di
Amerika Serikat sekitar 20% dari pasien prepubertal dengan gondong berkembang orchitis. Kondisi ini jarang terjadi
pada laki-laki postpubertal dengan gondong.
Gambar 2.3: Contoh orchitis pada usia 81 tahun
2.5 Faktor Resiko
Menurut Ulfiyah, 2012
faktor resiko pada orchitis ada dua yaitu:
1. Faktor resiko untuk orchitis yang
tidak berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah :
a. Imunisasi gondongan yang tidak adekuat
b. Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
c. Infeksi saluran berkemih
berulang
d. Kelainan saluran kemih
2. Faktor resiko untuk orkitis yang
berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah:
a. Berganti-ganti pasangan
b. Riwayat penyakit menular seksual
pada pasangan
c. Riwayat gonore atau penyakit menular seksual
lainnya
2.6 Etiologi
Penyebab
orchitis bisa piogenik bakteria, gonokokokus, basil tuberkal, atau virus seperti
paramiksovirus, penyebab dari gondongan (parotitis). Sekitar 20% dari orchitis
timbul sebagai komplikasi dari gondongan (parotitis)
setelah pubertas (Baradero, 2006)
Menurut
Price, 2005 virus adalah penyebab orchitis
yang paling sering. Orchitis parotiditis
adalah infeksi virus yang paling sering terlihat, walaupun imunisasi untuk
mencegah parotiditis pada masa
anak-anak telah menurunkan insiden. 20-30% kasus parotiditis pada orang dewasa
terjadi bersamaan dengan orchitis,
terjadi bilateral pada sekitar 15% pria dengan orkitis parotiditis. Pada laki-laki pubertas atau dewasa, biasanya
terdapat kerusakan tubulus seminiferus dengan resiko infertilitas, dan pada
beberapa kasus, terdapat kerusakan sel-sel leydig yang mengakibatkan
hipogonadisme difesiensi testosterone. Orchitis
paroditisis jarang terjadi pada laki-laki prapubertas, namun bila ada,
dapat diharapkan kesembuhan yang sempurna tanpa disfungsi testiskular
sesudahnya. Virus lain yang dapat menyababkan orchitis dan memberikan gambaran
klinis yang sama adalah : virus Coxsakie
B, Varisela, dan mononukleosis.
Orchitis bakterial piogenik
disebabkan oleh bakteri (Escherichia
coli, Klebsiella pneumonia, Pseudmonas aeruginosa) dan infeksi parasitik (malaria, filariasis, skistosomiasis,
amebiasis) atau kadang-kadang infeksi riketsia yang ditularkan pada epididimitis. Seseorang dengan orchitis parotiditis terlihat sakit akut
dengan demam tinggi, edema, peradangan hidrokel akut, dan terdapat nyeri
skrotum yang menyebar ke kanalisis inguinalis. Komplikasinya termasuk infark
testis, abses, dan terdapatnya pus dalam skrotum.
Orchitis granulomaktosa
dapat disebabkan oleh sifilis, penyakit
mikrobakterial, aktinomikosis, penyakit jamur, mycobacterium tuberculosis, dan
mycobacterium leprae. Infeksi dapat menyebar melalui funikulus spermatikus
menuju testis. Penyebaran selanjutnya melibatkan epididimis dan testis, kandung
kemih, dan ginjal.
2.7 Patofisiologi
Kebanyakan
penyebab orchitis
pada laki-laki yang sudah puber adalah gondongan (mumps), dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak dalam 3
sampai 4 hari setelah pembengkakan kelenjar parotis. Virus parotitis juga dapat mengakibatkan orchitis sekitar 15 % – 20% pria menderita orchitis akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-laki pra pubertas
dengan orchitis parotitika dapat
diharapkan untuk sembuh tanpa disertai disfungsi testis. Pada pria dewasa atau
pubertas, biasanya terjadi kerusakan tubulus seminiferus dan pada beberapa
kasus merusak sel-sel leydig, sehingga terjadi hipogonadisme akibat defisiensi
testosteron. Ada resiko infertilitas yang bermakna pada pria dewasa dengan orchitis parotitika. Tuberkukosis genitalia yang menyebar
melalui darah biasanya berawal unilateral pada kutub bawah epididimis. Dapat
terbentuk nodula-nodula yang kemudian mengalami ulserasi melalui kulit. Infeksi
dapat menyebar melalui fenikulus spermatikus menuju testis. Penyebaran lebih
lanjut terjadi pada epididimis dan testis kontralateral, kandung kemih, dan
ginjal. (Price, 2005)
2.8
Orchitis
|
Pembengkakan
|
gg. rasa nyaman
nyeri
|
Kerusakan tubulus seminiferus
|
Kerusakn sel
leydig
|
Testosterone menurun
|
Hipogonadisme
|
Infertilitas
|
HDR (harga diri
rendah)
|
Kemerahan pada testis
|
Proses inflamasi
|
Hipertermi
|
Gg pada sistem urinaria
|
Perubahan pola
eliminasi
|
Infeksi pada saluran kemih
|
Nyeri
|
Menyebar hingga kepangkal paha
|
Pembengkakan pada pangkal paha
|
Nyeri saat
hubungan seksual
|
Gg pemenuhan
kebutuhan seksual
|
Virus
|
Bakteri
|
Testis
|
2.9 Tanda dan gejala
Menurut
Price, 2005 tanda dan gejala orchitis
berkisar dari ketidaknyamanan ringan pada testikular dan edema hingga nyeri
testicular yang parah dan terbentuknya edema dalam waktu sekitar 4 hingga 6
hari setelah awitan penyakit dengan demam tinggi, mual, dan muntah.
Gejala
yang dirasakan meliputi nyeri pada testis hingga ke pangkal paha, pembengkakan
dan kemerahan pada testis, menggigil, dan demam yang dapat bilateral atau
unilateral, mual, muntah, nyeri saat buang air kecil dan nyeri saat hubungan
seksual, darah pada semen. Keadaan ini dapat berakibat steril atau impotensi.
Terapi terhadap inflamasi ini dengan istirahat di tempat tidur, kompres panas
atau hangat, dan antibiotik (bila perlu).
2.10
Komplikasi
Menurut
Price, 2005 komplikasi dari orchitis dapat berupa:
1. Testis
yang mengecil (Atrofi)
2. Abses
(Nanah) pada kantong testis
3. Infertilitas
(Sulit memiliki keturunan), terutama jika orkhitis terjadi pada kedua testis.
Menurut Ulfiyah, 2012
komplikasi dari orchitis adalah:
1. Sampai dengan 60% dari testis yang
terkena menunjukkan beberapa derajat atrofi
testis.
2. Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
3. Kemandulan
jarang dalam kasus-kasus orchitis
unilateral.
4. Hidrokel communican atau pyocele mungkin
memerlukan drainase bedah untuk mengurangi tekanan dari tunika.
5.
Abscess scrotalis
6. Infark
testis
7. Rekurensi
8. Epididimitis
kronis
9.
Impotensi
tidak umum setelah epididimitis akut,
walaupun kejadian sebenarnya yang didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan
dalam kualitas sperma biasanya hanya sementara.
10.
Yang
lebih penting adalah azoospermia yang
jauh lebih tidak umum, yang disebabkan oleh gangguan saluran epididimal yang
diamati pada laki-laki penderita epididimitis yang tidak diobati dan yang
diobati tidak tepat. Kejadian kondisi ini masih belum diketahui.
2.11
Pemeriksaan
Diagnostik
Menurut Ulfiyah, 2012
pemeriksaan diagnostic pada pasien orchitis:
1. Pemeriksaan urin kultur
2. Urethral smear (tes penyaringan
untuk klamidia dan gonorhoe)
3. Pemeriksaan darah CBC (complete blood count)
4. Dopller ultrasound, untuk mengetahui
kondisi testis, menentukan diagnosa dan mendeteksi adanya abses pada skrotum
5. Testicular scan
6. Analisa air kemih
7. Pemeriksaan kimia darah
2.12
Manajemen
asuhan keperawatan
Menurut
Baradero, 2006 manajemen asuhan keperawatan pada orchitis ada dua:
1.
Kolaboratif
Pria
dewasa atau anak pasca-pubertas perlu diberi gamma globulin apabila ada
kemungkinan kontak dengan penderita gondongan kecuali apabila ia pernah
mengalami gondongan atau sudah menerima vaksin untuk gondongan. Apabila ada
keraguan, gamma globulin harus diberikan. Gamma globulin tidak akan mencegah
gondongan tetapi bisa membuat serangan gondongan menjadi lebih ringan dan
komplikasi dapat dicegah.
Apabila
ada hidrokel, cairan bisa diaspirasi untuk mengurangi tekanan pada testis.
Antibiotika spektrum luas dapat diberikan. Obat anti-inflamasi nonsteroid dapat
diberikan untuk mengurangi pembengkaakan dan rasa nyeri.
2.
Mandiri
Penyuluhan
pasien, fokus dari pendidikan kesehatan adalah mengurangi rasa nyeri,
pembengkakan, dan gejala sistemis. Selama ada pembengkakan scrotum, pasien
diberi tirah baring, dan scrotum dapat ditinggikan dengan handuk.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A.
Identitas
Nama, umur, alamat,
jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pekerjaan, no. MRS, diagnose medis.
B.
Riwayat Kesehatan
1.
Keluhan Utama: Biasanya pasien orchitis mengeluh testis mengalami pembengkakan disertai
nyeri dan warna kemerahan pada daerah testis yang terkena, selain itu testis
terasa berat dan penuh.
2.
Riwayat penyakit sekarang: Biasanya pasien mengalami demam,
rasa lemah, nyeri otot, tubuh terasa tidak nyaman, mual, dan sakit kepala
3.
Riwayat penyakit dahulu: Perlu dikaji imunisasi gondongan
yang tidak adekuat, infeksi saluran berkemih berulang, kelainan saluran
kemih, riwayat penyakit menular seksual pada pasangan, riwayat gonore atau penyakit menular seksual
lainnya. Biasanya pasien mempunyai riwayat gondongan.
4.
Riwayat penyakit keluarga: perlu dikaji apakah keluarga juga
pernah mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
5.
Riwayat lingkungan: Biasannya
klien tinggal di lingkungan yang kurang bersih atau kumuh yang dapat
menyebabkan infeksi.
C.
Pemeriksaan fisik
1.
Keadaan umum: biasanya composmentis
2.
TTV:
TD: biasanya meningkat (N:120/80 mmHg)
Nadi: biasanya meningkat (N: 100x/menit)
RR:biasanya normal (N: 16-20x/menit)
S: biasanya meningkat (N: 36,5-37.5oC)
3.
Review of system
a.
B1
(Breath)
Biasanya
pasien dengan orchitis tidak di temukan masalah pada sistem pernafaan. Kecuali
jika ada penyakit yang menyertai atau kemungkinan komplikasi.
b. B2 (Blood)
Biasanya
pasien dengan orchitis didapatkan peningkatan tekanan darah dan nadi.
c. B3 (Brain)
Biasanya
pasien dengan orchitis GCS composmentis dan terdapat sakit kepala.
d. B4 (Bladder)
Biasanya
pada pemeriksaan nampak testis yang membesar, konsistensinya
kenyal, namun dapat juga mengeras, tampak merah, epididimis membesar, dan kulit
skrotum meregang, nyeri pada testis hingga ke pangkal
paha, mual, muntah, nyeri saat buang air kecil dan nyeri saat hubungan seksual,
darah pada semen
e. B5 (Bowel)
Biasanya
pasien dengan orchitis mengalami mual dan muntah.
f. B6 (Bone)
Biasanya
pasien dengan orchitis mengalami rasa lemah, nyeri otot, tubuh terasa tidak nyaman.
D.
Pola fungsi kesehatan
1.
Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya klien mengalami penurunan
nafsu makan karena mual, muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan
tidak makan sama sekali.
2.
Pola eliminasi
Eliminasi alvi klien tidak mengalami
konstipasi atau diare.Sedangkan eliminasi urine mengalami gangguan yaitu nyeri
waktu berkemih.
3. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Biasanya
pasien mengatakan
kesehatan merupakan hal yang penting, jika ada keluarga yang sakit maka akan
segera dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
4.
Pola aktifitas dan latihan
Biasanya aktivitas klien akan
terganggu karena adanya rasa nyeri yang diderita.
5.
Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat
terganggu sehubungan dengan nyeri.
6.
Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap
keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien. Pada konsep
diri pasien mengalami harga diri rendah karena komplikasi yang diderita seperti
infertil.
7.
Pola
persepsi sensori dan kognitif
Biasanya
pasien tidak mengalami gangguan dalam persepsi.
8.
Pola
reproduksi
seksual
Biasanya
pasien mengalami gangguan pada reproduksi seksual.
9.
Pola hubungan dan peran
Biasanya hubungan dengan orang lain
terganggu sehubungan dengan klien dirawat di rumah sakit dan klien harus
bedrest total.
10. Pola
penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan
merasa sedih karena keadaan sakitnya.
11. Pola
tata nilai dan kepercayaan
Biasanya dalam hal beribadah
biasanya terganggu karena bedrest total tapi pasien yakin akan cepat sembuh dan
menganggap ini merupakan cobaan dari Allah SWT.
E.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita
orkhitis antara lain:
1. Pemeriksaan urin
2. Pemeriksaan discharge uretra
untuk mengetahui mikroorganisme penyebab
3. Sistoskopi, pielografi intravena,
dan sistografi dapat dilakukan jika dicurigai adanya patologi pada kandung
kemih.
3.2 Diagnosa keperawatan
1. Hipertermi
b.d proses inflamasi
2. Nyeri
b.d infeksi pada saluran kemih
3. Perubahan
pola eliminasi urin b.d gangguan pada sistem urinaria
4. Gg
pemenuhan kebutuhan seksual b.d nyeri pada saat hubungan seksual
5. Gg
harga diri rendah b.d infertilitas
3.3 Rencana asuhan keperawatan
Diagnosa
1
Hipertermi b.d proses
inflamasi
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan suhu tubuh klien
kembali normal
Kriteria Hasil:
a.
Suhu
tubuh klien dalam rentang normal (36,5 C-37,5 C),
b.
Klien
tidak tampak menggigil,
c.
Klien
melaporkan panas badannya turun,
d.
Tidak
tampak pembengkakan pada skrotum
e.
Tidak
terdapat kemerahan di kulit sekitar skrotum klien
f.
Nadi
klien dalam batas normal (60-100 x/menit)
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Monitor suhu
tubuh, tekanan darah, nadi, dan respirasi secara berkala (minimal tiap 2 jam)
2.
Pantau suhu
lingkungan, batasi penggunaan selimut.
3.
Berikan kompres
hangat
4.
Anjurkan klien
untuk mempertahankan asupan cairan adekuat
5.
Berikan
antipiretik dan antibiotic sesuai indikasi
|
1.
Suhu diatas 37,5C
menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Menggigil sering mendahului
puncak suhu.
2.
Suhu
ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
3.
Membuat
vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat membantu mengurangi demam
4.
Untuk mencegah
dehidrasi akibat penguapan cairan karena suhu tubuh yang tinggi
5.
Digunakan untuk
mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus
|
Diagnosa
2
Nyeri b.d infeksi pada
saluran kemih
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri klien berkurang
Kriteria Hasil:
a. Klien
tampak rileks
b. Klien
dapat beristirahat
c. Skala
nyeri 0-3
d. TTV
dalam rentang normal
e. Pasien
mengetahui penyebab nyeri
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0-10) dan
penyebaran. Perhatikan tanda non verbal, contoh peninggian TD dan nadi,
gelisah, merintih, menggelepar.
2.
Observasi TTV
3.
Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan
ke perawat terhadap perubahan kejadian/ karakteristik nyeri.
4.
Berikan tindakan nyaman
5.
Bantu atau dorong penggunaan distraksi dan
aktivitas terapeutik.
6.
Kolaborasi dalam pemberian analgesik
|
1.
Membantu mengevaluasi tempat dan kemajuan gerakan
kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung , lipat paha, genitelia,
sehubungan dengan proksimitas saraf pleksus dan pembuluh darah yang
mencetuskan ketakutan, gelisah, ansietas berat.
2. Mengetahui perkembangan lebih
lanjut
3. Memberikan
kesempatan untuk pemberian analgesic sesuai waktu (membantu dalam peningkatan
kemampuan koping pasien dan dapat menurunkan ansietas) dan mewaspadakan
perawat akan kemungkinan terjadi komplikasi.
4.
Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot,
dan meningkatkan koping.
5.
Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam
relaksasi otot.
6.
Untuk
mengurangi nyeri dan rasa tidak nyaman.
|
Diagnosa
3
Perubahan pola
eliminasi urin b.d gangguan pada sistem urinaria
Tujuan: setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan maslah teratasi
Kriteria Hasil:
a. Berkemih
dengan jumlah normal dan pola biasa
b. Klien akan menunjukan perilaku yang
meningkatkan kontrol kandung kemih.
c. Tidak terdapat bekuan darah sehingga
urine lancar lewat kateter.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji kebiasaan
pola eliminasi urine klien
2.
Kaji terhadap tanda dan gejala retensi urine: jumlah dan frekuensi urine,
distensi supra pubis, keluhan tentang dorongan untuk berkemih dan ketidak
nyamanan
3.
Lakukan kateterisasi
pada pasien untuk menunjukan jumlah urine residu
4.
Awasi pemasukan, pengeluaran dan karakteristik
urine.
5.
Kolaborasi ambil urine untuk kultur urine dan
sensitivitas.
|
1.
Merupakan nilai
dasar untuk perbandingan dan menetapkan tujuan lebih lanjut
2.
Berkemih 20-30cc
dengan teratur dan haluaran kurang dari masukan adalah tanda retensi urine
3.
Menetapkan jumlah
urine yang tersisa
4.
Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan
adanya komplikasi, contoh infeksi dan perdarahan. Perdarahan dapat
mengindikasikan peningkatan obstruksi / iritasi ureter
5.
Menentukan adanya ISK, dari gejala komplikasi.
|
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Testis
merupakan organ kelamin pria, terletak dalam scrotum. Fungsi testis:
Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus, diatur FSH dan sekresi
testosterone oleh sel leydig, diatur oleh LH (Menurut Snell, 2000).
Orchitis
adalah suatu inflamasi testis (kongesti testikular), biasanya disebabkan oleh
faktor-faktor piogenik, virus, spiroseta,
parasit, traumatis, kimia atau faktor yag tidak diketahui ( Smeltzer,
2002).
Klasifikasi
dari orchitis adalah: Orchitis viral danOrchitis bacterial piogenik atau orchitis granulomatosa.
Dalam
orchitis gondong, 4 dari 5 kasus terjadi
pada laki-laki prepubertal (lebih muda dari 10 tahun).
Faktor resiko dari orchitis ada 2: faktor resiko untuk
orchitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular seksual dan faktor
resiko untuk orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular seksual.
Penyebab dari orchitis dapat terjadi karena bakteri dan virus.
Gejala
yang dirasakan meliputi nyeri pada testis hingga ke pangkal paha, pembengkakan
dan kemerahan pada testis, menggigil, dan demam yang dapat bilateral atau
unilateral, mual, muntah, nyeri saat buang air kecil dan nyeri saat hubungan
seksual, darah pada semen.
Komplikasi
dari Orchitis adalah testis yang
mengecil (Atrofi), abses (Nanah) pada kantong testis, infertilitas.
Pemeriksaan
diagnostik dari Orchitis adalah pemeriksaan
urin kultur, urethral smear (tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoe),
pemeriksaan darah CBC (complete blood
count), dopller ultrasound, untuk mengetahui kondisi testis, menentukan
diagnosa dan mendeteksi adanya abses pada skrotum, testicular scan, analisa air
kemih, pemeriksaan kimia darah.
Manajemen
asuhan keperawatan dalam orchitis ada dua, yaitu kolaboratif dan mandiri.
Diagnosa
keperawatan pada pasien dengan Orchitis adalah:
a. Hipertermi
b.d proses inflamasi
b. Nyeri
b.d infeksi pada saluran kemih
c. Perubahan
pola eliminasi urin b.d gangguan pada sistem urinaria
d. Gg
pemenuhan kebutuhan seksual b.d nyeri pada saat hubungan seksual
e. Gg
harga diri rendah b.d infertilitas
4.2 Saran
Penulis memberi saran agar dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Orchitis,
perawat bisa lebih berhati-hati supaya tidak komplikasi dengan memahami tentang
konsep medis dari kelainan ini, sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan
secara maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Baradero,
Mary Dkk. 2006. Seri Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan System Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC
Doenges,
Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi
3. Jakarta: EGC.
Hartanto,
Huriawati. 2008. Kamus Saku Mosby:
Kedokteran, Keperawatan & Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC
Price,
Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Vol 2. Jakarta: EGC
Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. Jakarta: EGC
Snell,
R. A. 2000. Anatomi Klinik. Edisi 6.
Jakarta: EGC
Ulfiyah,
Hamidatu. 2012. Askep orchitis. http://ulphi09.blogspot.com/2012/10/askep-orchitis_8890.html. Diakses: 18
oktober 2012, jam 14.20 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar